08 April 2016

Aksi Pasukan Elit 99

Ruangan seketika bergemuruh dengan suara tepuk tangan setelah aku menutup persentasi dihadapan pemilik dan para petinggi perusahaan sawit Serawak. Persentasi ini sangat mengesankan bahkan bisa jadi ini pengalaman prsentasi paling hebat dalam karir bisnisku,  pemilik perusahaan sawit terbesar di Serawak ini sangat puas dengan program kerja software yang aku tawarkan karena dengan software ini jelas akan lebih mengefektifkan kinerja SDMnya tanpa pengawasan yang rumit dan biaya oprasional yang sangat murah sehingga asset perusahaan akan cepat berkembang termasuk meningkatkan kekuatannya dipasar saham.
“Baiklah Thomas, saya suka program kerja softwaremu ini sungguh penemuan luar biasa. Saya bayar sesuai harga yang kau minta, ini cek senilai 2 M kamu bisa mencairkannya kapanpun kamu mau di bank-bank Indonesia” juragan sawit menyerahkan selembar cek, aku turun dari panggung untuk mengambilnya.
“Dan ingat Thomas jangan sekali-kali kamu menjual ulang software ini keperusahaan mana pun! ini tentang kepercayaan Thomas, jangn sampai membuat perusahaan softwaremu dibumi hanguskan”. Senyum licik bisa aku indra diwajah raja sawit Malaysia ini.
“Siap tuan, perusahaan saya melek akan hukum, baik hukum perdata maupun pidana. Tuan jangan khawatir, senang berbisnis dengan tuan semoga bisnis tuan semakin besar dan menjadi raja sawit di level Asia” sanjungan bahasa marketing aku peraktikan setelah cek senilai 2 M berada di genggamanku. Berbisnis dengan pengusaha-pengusaha di Negara tetangga lebih menyenangkan karena mereka tidak pernah banyak basa-basi kalau sudah cocok langsung sikat walaupun karakternya selalu tegas, mereka akan sangat murka apabila dikhianati tapi tenang saja aku sebagai pembisnis peofesional selalu berlaku jujur terhadap mitraku.
“Ayo Thomas saya sudah menyiapkan makan mewah di lestoran Jepang” juragan sawit dan para pengawalnya berdiri dari kursinya, aku memang sudah lapar ini sudah jadwal makan malamku tapi aku harus segera terbang ke Thailan mengambir uang muka dari sebuah perusahaan kontraktor Thailand.
“Maaf tuan, saya harus pergi sekarang pesawat saya 20 menit lagi take off. Saya harap lain waktu kita bisa menjadwal ulang ke lestoran jepang tuan!”
“Kamu tidak boleh menolak ucapan terimakasihku atas software canggihmu Thomas!” Tuan Ridwan sudah melangkah duluan, dengan terpaksa aku mengikuti langkahnya menggunakan mobil mewah warna hitam meluncur cepat menuju lestoran Jepang.
Tiba di lestoran Jepang kami menuju lantai 3 tempat eksekutif kelas atas dengan pasilitas spesial, “Thomas kamu masih muda tapi bisnismu sudah sangat luar biasa” pengusaha sawit Serawak membuka percakapan sambil membolak-balik kertas daftar menu. “Iya tuan ini semua tak lepas dari doa anak-anakku” aku menjawab sekenanya.
“What, do you have children?”
“No Sir, I don’t have, saya masih lajang maksud saya anak-anak yatim yang aku urus di panti yatimku” aku selesai mencoret-coret daftar menu yang aku pesan dan menyerahkannya ke pelayan.
“Oh saya kira kamu sudah menikahi 4 istri dan mempunyai banyak anak, asal kamu tau Thomas tahun depan anak gadisku wisuda dari Harvard University kamu harus bersiap-siap menyambutnya” juragan swait kembali menggodaku.
“Ah tuan bisa saja, aku baru 24 tahun masih terlalu muda untuk menikah”
Tak berapa lama pesanan kami sudah mendarat di meja, juragan sawit dan para pengawalnya siap bertempur membantai menu Jepang di meja bundar kami, aku pun bersiap menyantap makan siang istimewa ini garpu dan pisau siap bertugas di kedua tanganku namun hp di kantongku berdering merubah arah gerakan tanganku mengambil hp. “Halo ustadz, ada apa? biar aku telpon balik ini mahal tarif Malaysia!”
“Halo Thomas, kamu harus segera balik ke Indonesia! Pasukan bersenjata misterius menangkap 2 anak dan Ustadzah Desi”. suara ustadz Ishak penjaga panti terdengar ketakutan.
“Baik ustadz, saya segera pulang. Cari perlindungan, amankan anak-anak!” saluran telepon kuputus, kabar buruk ini menghilangkan nafsu makanku, aku harus segara pulang ke Indonesia SEKARANG.
“Maaf tuan, saya harus segera pulang ada sedikit masalah mengganggu anak-anakku” aku segera berlari keluar, terdengar juragan sawit memanggil tapi aku mempedulikan “Hey Thomas makan dulu! biar aku mengantarmu”. Aku sudah melompat ke jalan raya mencegat taxsi menuju bandara, sialnya sopir taxi kecepatannya tidak bisa kuandalkan sehingga terpaksa aku harus merebut setir kemudi.
***
10 menit berlalu aku tiba di Bandara Kuala Lumpur dengan kecepatan ekstra, menyalip ratusan mobil dan menerobos lampu merah membuat sopir taxi trauma sehingga aku harus membayarnya mahal 600 Ringgit Malaysia. Aku segera berlari menuju loket semoga ada penerbangan dalam waktu ini.
“Kak aku butuh tiket penerbangan ke Indosesia sekarang juga” aku berteriak pada penjaga loket.
“Maaf tuan, pesawat terakhir menuju Indonesia baru take off 7 menit lalu dan penerbangan selanjutnya 3 jam lagi” penjaga loket menjelaskan hal pahit, aku tak bisa menunggu lama sebelum mereka menculik semua anak-anakku.
“Kak saya harus terbang sekarang, tolong carikan helicopter atau apapun yang bisa mengantarku sekarang juga!” aku menggerutu kesal.
“Tidak bisa tuan, kami ini bandara bukan rental angkotan kota seperti di pasar-pasar Indonesia!” penjaga loket malah bercanda tanpa memahami masalahku kalau saja bukan perempuan sudah kuhajar. Tiba-tiba pesawat yang take off 7 menit lalu melewat persis di depanku, segera aku berlari memanjat pagar bandara setinggi 2 miter untuk masuk ke landasan aku harus mengejar pasawat itu yang masih akan melaju pelan sejauh 1 km sebelum mengudara.
Polisi yang sedang berjaga terkejut melihatku menembus pagar bandara, 2 orang polisi mengejarku menggunakan mobil patroli borgol sudah disipakan “jangan bergerak tuan, anda melangar hukum terpaksa kami meringkusmu” mereka membentakku seorang polisi menodongkan pistol kawanya bersiap dengan borgolnya menarik tanganku kebelakang.
Waktuku terbatas polisi ini tidak boleh menggangguku atau pesawat akan segera mengudara. Aku harus melumpuhkan mereka dengan tinjuku, kemampuan bela diriku cukup mempuni saat kuliah beberapa tahun lalu aku sering berlatih wing chun bela khas China yang diajarkan langsung oleh Kenji teman sekelasku belasteran China-Jepang.
Tangan kiriku menangkis pistol hingga terlempar keudara, tinju kananku sigap menghantam pipi pemilik pistol hingga terpelenting jatuh, melihat kawannya tersungkur polisi kedua replek menarik pistolnya namun gerakan wing chunku lebih cepat menerjang dadanya ambruk menyusul kawannya. Suara serine polisi terdengar meraung mobil patroli kedua terlihat dari kejauhan mengangkut 6 personil, aku loncat ke atas mobil patroli milik polisi yang terkapar kupacu dengan kecepatan penuh untuk mengejar pesawat dan menghindari polisi yang mengejarku, tak berselang lama tembakan peringatan ke udara terdengar berentetan.
Jarak mobilku sudah jauh tidak terjangkau tembakan kalaupun mereka menembakku. Pesawat tinggal 2 miter di depanku aku meloncat kesayap pasawat mendarat mulus, kuikatkan borgol ke lobang sayap untuk pegangan tangan, borgol yang aku curi dari polisi ternyata berguna. Pesawat pun melambung ke udara menuju Indonesia.
Pesawat meluncur cepat membelah langit malam, lima menit sudah aku menjadi penumpang illegal yang sangat membahayakan diriku semoga pilot tidak menyalakan ‘alarm bahaya’ yang membuat penumpang ketakutan. Mataku terperangah melihat tulisan disayap pesawat Kuala Lumpur – New Delhi, aku telah salah memilih tunggangan pesawat ini akan mendarat di India, aku tak mungkin lompat kebawah tanpa perasut bisa membuat tubuhku hancur tapi aku juga tidak bisa tetap disayap ini sampai di India.
Aku terkejut dengan suara pesawat lain didekatku sebuah helicopter merah mendekat kepesawat India ini. Polisi, mungkin mereka mengejarku setelah kejadian dibandara tadi menjadikan aku DPO atau TERORIS. Pintu helicopter terbuka terlihat 4 orang berseragam biru memegang AK-47.
“Thomas ayo loncat, kamu jangan gila disana berbahaya!” seseorang berteriak dari dalam heli membuatku makin terkejut, suara berwibawa juragan sawit tuan Ridwan. Aku tak berpikir lama segera loncat ke dalam heli, inilah solusi yang Tuhan berikan untukku.
“Terimakasih tuan, bagaimana anda bisa tau saya di pesawat ini” tanyaku setelah menghempaskan tubuh di kursi heli.
“Thomas aksi gilamu ini telah menjadi headline news di media Malaysia, aksi pembajakan pesawat oleh teroris Indonesia”
“Aku tidak membajak tuan, aku bukan terosis hanya numpang. Aku harus segera tiba di Indosesia”
“Tiba kemana Thomas, India?. Saya bilang akan mengantarmu dengan pesawat pribadiku” tuan Ridwan tersenyum tipis.
“Maafkan aku terlalu gegabah tuan, bagaimana kalau polisi Malaysia juga menjadikan tuan sebagai teroris karena membantuku?”
“Dasar darah muda, tenang aja Thomas pengacara-pengacaraku akan mengatur semuanya. Saya akan aman Thomas dalam hal bisnis saya sudah terbiasa dengan situasi ini” jawabnya santai.
***
Jelang jam 10 malam Helicopter juragan sawit Serawak tiba di atas lapangan depan panti asuhan, heli hanya merendah tanpa mendarat. aku segera loncat keluar, dan mereka kembali mengudara menuju negeri jiran.
Aku terkejut melihat kondisi panti ancur berantakan anak-anak menangis ketakutan berkumpul disatu ruangan. “Syukurlah kau segera tiba Thomas” Ustadz Ishak yang sedang dikerubuti anak-anak terlihat bahagia dengan kedatanganku.
“Apa yang terjadi ustadz? siapa yang melakukan ini? aku bertanya dengan nada khawatir.
“Aku tidak tau Thomas, mereka 10 orang berseragam hitam bersenjata datang mendadak menggeledah panti dan menculik hasan, yanto, dan Desi”.
Ustadzah Desi yang tak lain istri Ustadz Ishak yang menjadi guru tahfidz qur’an di panti putri sementara Ustadz Ishak mengajar qur’an di panti putra. 20 anak yatim dari berbagai tempat di Indonesia aku bina dengan pendidikan tahfidz qur’an dan home schooling sebagi pendidikan formalnya. Aku tak menduga ada pihak yang berniat jahat mengganggu pantiku, aku harus segera mengungsikan ustadz Ishak dan anak-anak ketempat yang lebih aman karena aku tidak tau siapa musuhku dan kapan mereka akan kembali. Aku segera menelepon seseorang.
“Halao Thomas, sudah lama tak ada kabar dimana kau sekarang?” Suara khas kawan lamaku Tegar mengingatkanku pada jasanya 1 tahun lalu.
“Halo Tegar emergency situation, help me please!?
“Hi what happened Thomas, I always ready for you” nada bicara tegar mulai serius.
“Pick up us di panti asuhanku, bawa 2 mobil right now!”
“Ok Thomas, I am coming soon” Tegar segera menutup telepon, dia memang selalu siap membantuku termasuk tengah malam sekalipun.
***
Anak-anak sudah aman, aku belum tau bagaimana caranya menyelamatkan yang diculik. Telepon di kantongku bordering segera kuangkat.
“Halo Thomas apa kabar? sudah lama aku tak berurusan denganmu” suara berat dari penelepon yang tak aku kukenal.
“Halo, kabar baik Pak, maaf anda siapa?” aku bertanya dengan nada tenang terkendali.
“Anak dan Ustadzahmu aman Thomas kamu jangan khawatir” suara di sebrang tak kalah tenangnya.
“Berengsek kamu penculiknya, jangan sakiti mereka atau markasmu kuhancurkan” nada ancaman aku lontarkan ke penelepon misterius.
“Hey jangan teriak-teriak seperti anak kecil Thomas, sebentar lagi anak buahku tiba di tempatmu kamu cukup tandatangan surat pernyataan dan semua akan baik-baik saja” sambungan telepon diputus.
Tak lama mobil kijang hitam melaju kencang menghampiriku, seseorang berbadan tegap berseragam serba hitam dengan helm melangkah mendekatiku dan 3 orang temannya menungu di mobil. “Tuan Thomas ada titipan dari bos kami” dia membukakan kopernya berisi 2 gepok uang dibungkus kertas coklat.
“Dari siapa ini?” aku bertanya heran.
“Tuan tidak perlu tau, tuan cukup tandatangan kertas ini tuan bisa ambil uang 2 gepok ini dan mereka akan dibebaskan” map biru disarahkannya padaku, segera kubuka terlihatlah isi surat tersebut “Saya abersedia menutup panti tahfidz dan berhenti dari segala kegiatan yang berhubungan dengan terorisme di negeri ini” inti dari surat yang harus aku tandatangani.
Aku meresponnya dengan tinju wing chun yang bertubi-tubi menghatamnya, dia berhasil memberikan perlawanan sebelum aku berhasil memukulnya jatuh terkapar ditanah. Dor-dor-dor suara tembakan terdengar dari dalam mobil, aku segera lompat berlindung dibalik tembok pagar. Tembakan makin gencar, aku memanjat pagar belakang terlihat jelas 3 orang masih menembaki tembok tempatku bersembunyi tanpa dia tau aku sudah dibelakanynya. Inilah saatnya aku latih skill menembakku yang sudah lama tak dipakai. Aku bidik tangan kanannya dor peluruhku menembus tangan kanan Pasukan Elit membuat AK-47 terlempar keluar, dua orang temannya terkejut dan mencari posisiku peluruhku lebih cepat menyasar kedua tangan mereka sumua senjata mereka terjatuh. Pistol yang aku curi dari Polisi Diraja Malaysia di bandara tadi berfungsi dengan baik.
Sengaja aku tembak tangannya agar dia lumpuh namun tidak sampai mati, aku melompat menuju mobilnya setelah tertembak tangannya dan kuhadiahi 2 tinju wing chun mereka bersedia memberi tau diamana markas komandannya. Aku harus segera menuju kesana.
***
Empat pasukan terkapar didepan panti, aku melompat kedalam kijang hitam milik mereka untuk menuju ke markas besar dan membebaskan tawanan, aku memacu dengan kecepatan penuh. Sepintas mataku melirik koran harian Kamis tergeletak di jok depan samping dengan headline news “PASUKAN ELIT 99 MENANGKAP 3 TERDUGA TERORIS, 1 DIANTARANYA WANITA’. Sekarang aku menerti mereka adalah Pasukan Elit yang menjadikan aku dan keluarga pantiku sebagai terduga teroris. Tapi mengapa? apa dasar mereka menjadikan aku sebagai tertuduh?.
Meraka telah mengolah berita dengan sangat cepat hanya 2 jam dari penggerebekan, koran mereka telah terbit dan dikonsumsi masyarakat, aku bisa menebak kalau beberapa menit lagi awak media akan ramai meliput panti dan 4 pasukan yang terkapar setelah kuhajar. Aku harus meminta bantuan! mereka terlalu kuat untuk dihadapi sendiri, aku tidak ingin anak-anak dan Ustadzah Desi dibunuh”.
10 menit perjalanan mobilku tiba di markas besar Pasukan Elit 99, markas yang megah setinggi 20 lantai. Puluhan Pasukan Elit 99 bersiaga disetiap ruangan dengan AK-74 ditanngannya. Berbekal AK-47 dan seragam lengkap yang aku curi dari Pasukan Elit aku bisa nyamar masuk kemarkas mereka. Pasukan penjaga mengantarku keruang pimpinan mereka di lantai 12, dengan penyamaran lengkap termasuk helm aku bisa masuk tanpa gangguan, ruangan komandan hanya bisa dimasuki orang tertentu dengan izinnya.Pintu lip terbuka aku masuk langsung keruang pimpinan mereka.
Komandan mereka berdiri menambutku “Bagaimana Sebastian apakah si Thomas mau mendandatanganinya?” kulirik nama di seragamku ‘Sbastian’.
“Tidak Komandan, kita tidak jadi bertemu Thomas” aku masih berpikir harus menjawab apa.
“Apa tidak jadi, kenapa? Jendarl Elit membentak.
“Mereka bukan teroris Komandan, kita salah tangkap”
Biiaaar meja kaca dipukul Komandan Elit hingga pecah berhamburan “sejak kapan kalian memnabtah, kalian ini Pasukan Elit pelaksana tugas tanpa sanggahan” sebelum aku menjawabnya tangannya telah lebih dulu menyambar helmku hingga terlempar, dia sangat tekejut melihat seorang Thomas berada dihadapannya.
Pistol taktis dia cabut dari pinggangnya namun aku segera menendangnya dan wing chunku menghantam pipinya. Sebagai Komandan Elit dia berpisik kuat tinjuku tidak membuatnya roboh dia menyerangku dengan karate yang mematikan membuatku beberapa kali terjatuh, kusambar botol arak dimeja kupecahkan dan ujung tajamnya kulemparkan kearah pelipisnya darah mengucur mengenai matanya membuatku leluasa menghajarnya hingga roboh setelah 5 wing chun mendarat dikepalanya. Sialnya dia menekan remote alarm tanda bahaya, Pasukan Elit akan segera masuk ruangan ini.
Aku berlari mendekati pintu lip, pintu lip terbuka 8 Pasukan Elit bersenjata lengkap melangkah keluar aku tinju hingga terpental masuk kembali kedalam lip kutekan tombol off pintu lip kembali tertutup. Didalam lip yang sempit mereka tidak bisa menggunakan senjatanya, sehingga wing chunku lengsung menghajar mereka satu dua mulai terpental jatuh kemapuan wing chun yang diajarkan Kenji bisa melumpuhkan 10 orang sekaligus, setelah 3 tahun aku tidak berantem ternyata wing chunku masih ampuh merobohkan 8 orang dalam waktu 2 menit.
Kutekan tombol 20 lantai teratas mungkin mereka menyandra anak-anak disana, pintu lip terbuka aku berlari dilorong beberapa kali aku menembakan AK-47 dan meninju Pasukan Elit. Pasukan mereka sepertinya semua telah tiba di lantai 20, langkahku terhenti 20 Pasukan mengepungku dengan todongan AK-47 memaksaku untuk menjatuhkan senjataku.
“Cukup bermain-mainya Thomas, kamu telah salah berperang dimarkas singa” Komandan Elit tersenyum melangkah maju mendekatiku.
“Brengsek dimana anak-anakku?’ aku membentak hawatir dengan keselamatan mereka.
“Tenang mereka aman, ayo tandatangani surat ini segera atau kutembak mereka satu persatu, Pasukan bawa mereka!” Ustadzah Desi dan dua anak mulutnya disumpal dan ditodong senjata.
“Ayo Thomas, sebelum kuhabisi kalian” moncong pistol Komandan Ekit menyentuh pelipisku.
“Jangan harap aku mau menandatanganinya” aku membentak balik.
“Tembak 1 anak!” Teriak Komandan Elit.
Dor suara AK-47 menggema seketika yanto anakku ambruk tertembus timah panas dibagian perutnya darah segar mengalir deras di lantai, Ustadzah Desi dan Hasan berontak namun senjata laras panjang mendorong perutnya dan siap memuntahkan peluruhnya. Aku sangat marah namun belum bisa berbuat apapun aku takut mereka menghabisi semua sandranya.
“Kamu lihat itu Thomas!, kamu ingin mereka semua habis?, Komandan Elit kembali berteriak. Dor tembakan menggema kedua kalinya, pistol Komandan Elit terjatuh tangan kanannya tertembak, seseorang berseragam Pasukan Elit mencekik dan menodong komandannya semua orang terkejut siapa penghianat ini?.
“Mundur kalian semua! lepaskan anak ibu itu atau kutembak komandan kalian!” Pasukan penghianat ini mengancam, aku pun segera menyambar pistol Komandan Elit inilah moment pahlawan selalu ada.
“Lepaskan mereka cepat” teriak Komandan Elit dengan nada ketakutan, Ustadzah Desi dan anak-anak dilepaskan.
“Siapkan aku mobil segera!” pahlawanku kembali berteriak, tangannya masih menodong Komandan. Anak buahnya segera menelepon sopir.
Diaaarrr dinding gedung pecah oleh lemparan granat dari arah luar hingga gedung terbuka lebar, semua orang terkejut tiba-tiba helicopter masuk kedalam gedung melalui lubang besar tersebut.
Empat pasukan berseragam biru keluar dari helicopter menodongkan senjata kearah Pasukan Elit 99, seseorang menyusul keluar berteriak  “Ayo naik Thomas!” Tuan Ridwan kembali menolongku untuk kedua kalinya setelah aku mengirim pesan bantuan saat mengendarai kijang hitam mereka membelokan arah tidak jadi pulang ke Malaysia.
Semua Pasukan Elit hanya diam ketakutan tidak mengerti apa yang terjadi “Thomas bawa keluargamu naik” teriak Pasukan pahlawanku. Aku pun segera menaikan Ustadzah Desi dan dua anakku kedalam heli.
Aku menggendong Yanto yang lemah berlumuran darah, kami semua sudah berada di heli disusul pasukan elit pahlawanku bergabung kabur bersamaku, pahlawanku membuka helmnya membuatku sangat terkejut dialah pelatih wing chunku Kenji.

“Sudah 2 tahun aku kerja bersama kesatuan mereka Thomas, aku sudah muak dengan kerja mereka yang main tembak tanpa kejelasan status teroris” Kenji menjelaskan. Ini sebuah kejutan dan kekuatan untukku, Heli mengudara menuju rumah sakit di Singapura untuk menobati Yanto yang kena tembak di perutnya, setelah pengobatan di Singapura aku akan kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan kasus ini aku harus mengungkap siapa dibalik semua ini.

No comments:

Post a Comment